Biarkan malam ini aku bercerita tentang
sesuatu. Tidak, ini bukan tentang pengkhianatan atau keetisan. Tapi akan kucoba
ceritakan tentang sebuah kejujuran.
***
Seorang
laki-laki datang menghampiri seorang wanita. Tanpa perlu banyak tanda tanya,
laki-laki itu mulai menceritakan masalah pribadinya. Dia sendiri tidak tahu
mengapa mulutnya begitu lancar mengeluarkan kata-kata yang melukiskan tentang
kesedihan dirinya. Sedikit pun, dia tidak berharap wanita itu akan iba padanya.
Dia hanya butuh teman, untuk sekedar mendengarkan ceritanya.
Wanita
itu dengan sabar mendengarkannya. Kadang dia bertanya, itu pun untuk sekedar
memperjelas apa yang telah luput dari konsentrasinya. Mata beningnya terlihat
memperhatikan setiap gerakan yang dilakukan laki-laki itu secara spontan.
Kadang dia mengangguk, dan kadang dia tersenyum dengan sempurna.
***
Entah
bagaimana kejadian sebenarnya, tiba-tiba mereka telah ada pada sebuah taman
yang berada di tengah kota. Meski waktu hampir tengah malam, namun keredupan
cahaya dunia tak mengurangi keindahan taman itu. Lampu-lampu taman menjadi
sebuah keindahan tersendiri pada taman itu.
Tak
ayal mereka kembali bercerita, tentang semuanya. Tentang si laki-laki, si
wanita, dan apa saja yang bisa membuat mereka tertawa. Mereka tak saling bercerita
sambil diam pada satu titik, tetapi mereka bercerita sambil berjalan menyusuri
taman itu. Seperti dua kepik yang menari dan mencari bunga terindah di taman
itu, mereka terus berjalan sambil bercerita.
Di
sisi timur taman itu, terdapat seorang pria yang sedang asyik memainkan
saxofone-nya. Laki-laki itu hafal betul nada yang sedang dimainkan si pria itu.
Ya, itu adalah lagu Aku Makin Cinta yang dulu dinyanyikan oleh Vina
Panduwinata. Nada itu, alunan itu, dan melodi itu, menemani langkah mereka di
taman itu.
***
"Aku
akan bercerita tentang sebuah kejujuran," kata laki-laki itu sambil
menatap patung ksatria yang sedang berada di atas kudanya. Si wanita hanya
diam, dan terlihat bersiap mendengarkan tiap kata yang dikeluarkan laki-laki
itu.
"Manusia
selalu hidup dalam kemunafikan," kata laki-laki itu memulai ceritanya.
"Maksudmu?"
"Ya,
ketika pertama kali manusia dan iblis melakukan kesalahan, manusia langsung
bersujud dan tidak memberikan komentar apapun. Bahkan ketika Tuhan bertanya,
'ada yang ingin kau katakan?' manusia hanya diam dan terus bersujud. Berbeda
dengan iblis yang ketika diajukan pertanyaan sama, dia langsung berkata, 'aku
terbuat dari api, sedangkan dia dari debu!' karena itu, dan seketika itu juga,
Tuhan mengutuk dan mengusir iblis dari surga.
Meski
sama-sama terusir dari surga, tapi Tuhan tidak pernah mengutuk manusia. Tapi
malah sebaliknya, Tuhan meninggikan manusia dengan menjadikannya khalifah di
bumi ini.
Di
sinilah letak kemunafikan manusia terlihat. Manusia tidak menyadari bahwa
mereka hanya satu langkah berada di atas iblis. Kalau saja waktu itu manusia
memberi alasan ketika ditanya, sudah pasti manusia juga akan menjadi makhluk
terkutuk. Tetapi hanya karena akal, manusia menjadi makhluk yang hidup dalam
kemunafikan. Mereka selalu memperdaya mulut mereka agar tidak berbicara sesuai
dengan hati mereka. Bukan hanya mulut, kadang mereka juga memperdaya mata,
gerak, dan semua tingkah laku kejujuran mereka. Mereka menjadikan itu semua
sebagai jubah kebohongan yang tebal dan tak terendus oleh siapa pun."
"Tapi
aku tidak pernah melakukan hal itu."
Laki-laki
itu hanya tersenyum.
"Kau
yakin?" tanya laki-laki itu kemudian. "Aku masih ingat kau berkata
padaku bahwa kau tidak sedang merindukan siapa pun. Tetapi, kulihat sendiri kau
menangis ketika menonton pertunjukkan teater tadi. Aku tidak yakin kau tidak
sedang merindukan siapa pun."
Wanita
itu tersipu malu.
"Seandainya
semua orang di dunia ini jujur, maka Hajar Aswad tidak akan berubah menjadi
hitam."
"Apa
hubungannya Hajar Aswad dengan kejujuran?"
"Tentu
saja berhubungan. Dengarlah. Kemunafikan, bisa menghitamkan apa pun."
"Oh,
ya? Yang benar saja."
"Kau
tidak percaya?"
"Tentu
saja, hal konyol macam apa yang kau buat ini?"
Laki-laki
itu lagi-lagi tersenyum, "kalau begitu, pejamkan matamu," katanya
kemudian.
"Untuk
apa?"
"Sudah,
pejamkan saja dulu."
Wanita
itu mengikuti kemauan laki-laki itu. setelah wanita itu memejamkan matanya,
laki-laki itu memetik setangkai mawar berwarna jingga yang ada di sebelahnya.
"Pegang
ini," kata laki-laki itu sambil menyelipkan tangkai mawar di antara
jari-jari tangan wanita itu.
Beberapa
saat kemudian, laki-laki itu menyuruh wanita itu membuka matanya. Mata wanita
itu pun terbuka, dia langsung melihat mawar yang ada di genggamannya.
"Dari
mana kau mendapatkan mawar hitam ini?"
Laki-laki
itu kembali tersenyum sambil memandang wanita itu.
Karang Mulya,
18/08/2011
09:19