Jera? Tentu saja tidak. Ada saatnya memang
kita merasa terpuruk, Kawan. Tidak, tidak. Meskipun berkali-kali kau alami
keterpurukan, bukan berarti kau harus berhenti dan menyerah. Kita adalah
manusia, dan diciptakan untuk bertahan.
Bertahan? Ya, memang itulah yang sejak dulu
dilakukan oleh nenek moyang kita. Hey, kau masih mau berkilah? Coba ingatlah,
bagaimana mungkin kita bisa ada kalau nenek moyang kita tidak bertahan dari
ancaman dinosaurus dan kelaparan? Gila? Haha. Kau yang gila, Kawan. Kau ingin melupakan
sejarah? Tidak. Tidak mungkin sejarah bisa dilupakan. Dipalsukan, mungkin.
Ada saatnya kita harus
mempercayai sebuah sejarah. Ya, tentu saja jika sejarah itu terbukti
kebenarannya. Iya, itu fakta, Kawan. Dan memang itulah prinsip dasar fakta,
‘terbukti kebenarannya!’ Silakan kau percaya jika kebenarannya ada. Ya, bukti,
Kawan. Bukti! Bisa kau lihat, kau dengar, kau rasakan, dan… ya aku rasa kau
bisa simpulkan sendiri seperti apa bukti itu. Tidak harus besar, tapi jelas
harus nyata.
Seumpama kau menemukan ada
dua orang yang bertikai hanya karena sebuah koin lima ratus rupiah, apakah kau
akan diam saja dan tak melakukan apa-apa? Lima ratus rupiah memang sepele,
Kawan. Sangat sepele. Tetapi apakah dua orang manusia itu sepele? Mereka besar.
Kuat. Berakal. Dan, kau tahu? Kadang mereka licik. Tapi sudahlah, toh
membicarakan sifat buruk manusia, itu artinya membicarakan sejelek apa kita
sebenarnya.
Kembali pada dua orang
yang bertikai tersebut. Kau akan mendiamkan mereka begitu saja? Kau yakin?
Mereka penuh emosi, Kawan. Dan emosi, kadang bisa menggelapkan mata mereka. Di
kala emosi, seketika itu juga, manusia lain di hadapannya bisa menjelma
binatang najis yang halal untuk dimusnahkan. Kau membiarkan itu? Membuat satu
jiwa melayang hanya karena kau menyepelekan pertikaian itu. Kau terlalu
terfokus pada uangnya, Kawan. Bukan pada manusianya.
Bukankah manusia lebih
berharga dari materi yang sering kita cari? Ya. Lantas mengapa manusia sering
terabaikan hanya karena jumlah harta? Kau tahu? Kaya tak menjamin bahagia. Percaya
padaku, semangkuk es krim yang telah mencair akan bisa membahagiakan seorang
anak yang hidup dari keluarga miskin ketimbang mereka yang terbiasa hidup kaya.
Lihat, kebahagiaan itu sebenarnya begitu murah.
Kebahagiaan itu tentang
hati, bukan materi. Sayang, kadang kita hidup dalam gengsi yang begitu tinggi.
Hati kita dipaksa untuk puas pada sesuatu yang sebenarnya terlalu tinggi untuk
kita capai. Hingga kita memaksanya. Padahal, aku ingat apa yang dikatakan salah
seorang temanku, “apa yang dipaksakan, hasilnya tak akan pernah baik.”
Oh tidak, mengingat
kata-katanya, berarti aku terpaksa mengingat siapa orangnya. Ya, karena memang
begitu pikiran itu berjalan. Akan terus menghubungkan dari satu hal, ke hal
yang lain. Kadang mereka tak berkaitan, tapi memiliki kesamaan. Ya, aku tak mau
pura-pura, kadang apa yang kulakukan sekarang, akan kusamakan dengan apa yang
pernah kualami sebelumnya. Seperti sekarang.
Jera? Tentu saja tidak.
Ada saatnya memang kita akan mengingat, Kawan. Tidak, tidak. Meskipun
berkali-kali kau terjebak dalam situasi yang serupa, bukan berarti kau harus mati
dan berlari. Kita adalah manusia, dan diciptakan untuk bertahan. Bukan hanya
bertahan dari dinosaurus dan kelaparan, tapi juga ingatan yang menyakitkan.
Kuatlah, Kawan…
Karang Mulya,
06 Agustus 2012
22:59