Minggu, 08 April 2012

Mimpi, dan mati.

Sayap-sayap burung patah membawa mimpi-mimpi,
mimpi,
yang telah menjadi tahi.

Akal busuk merasuk di sela rusuk,
melumat hati,
dan mati.

Apakah indah semua yang berwarna merah?
Ataukah
sudah bahagia semua yang tergadai dengan darah?

Aku bersama seribu luka yang tak kunjung mengering,
basah, dan lengket berbau anyir.
Meski kerak telah kupaksakan hadir tanpa getah bening,
namun kulit
tak seperti mulut seorang penyair.

Hatiku tersiram satu belanga air samudra.
Bukan luka, tapi hati.
Tepat hati,
tanpa selaput tak berwarna.

Sudahlah, jangan menangis
sayang
bukan kau yang membuatku berhenti bermimpi,
dan bukan kau yang membuatku mati.


Tangerang,
Tanpa tetes air mata.
09/02/2010
15:34