Rabu, 13 April 2016

Bagian II: Anak Perantara

Alila, ibu Dewa, meminta ayahnya untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Dia merasa, ada sesuatu yang perlu diketahui terkait anaknya.

“Tidak ada apa-apa, Anakku,” ayahnya menjawab singkat.

“Lalu, apa maksud kata-kata Ayah tadi?”

“Tidak ada maksud apa pun,” kata Ayahnya yang kemudian berjalan ke dapur. Kemudian terdengar bunyi benturan gelas dan suara air yang dituang dari teko.

Sambil menahan rasa gelisah, Alila menunggu ayahnya kembali ke ruang ibadah. Alila hafal betul gelagat ayahnya. Ayahnya tidak mungkin menjawab sesingkat itu dan meninggalkannya begitu saja sebelum pembicaraan benar-benar selesai jika memang tidak ada yang disembunyikannya.

“Ayah, aku bangga kepada Ayah yang bisa membesarkanku sejak umur 12 tahun,” kata Alila begitu ayahnya kembali ke ruang ibadah. “Tapi apakah Ayah mau menghancurkan kebanggaanku kepada Ayah hanya karena masalah ini? Ayah, aku mohon, katakanlah. Apa yang sebenarnya terjadi pada anakku, Yah?”

Ayahnya menarik napas panjang. Setelah sempat menatap mata Alila selama beberapa saat, Akhirnya dia mau bicara.

“Begini, Alila. Sebenarnya ada yang aku rahasiakan dari dirimu tentang keluarga kita,” kata ayahnya mengawali pembicaraan.

“Maksud Ayah?”

“Sebenarnya, kau dilahirkan untuk tidak perlu mengetahui rahasia ini. Tapi aku rasa, tidak ada salahnya jika aku memberitahukanmu hal ini sekarang.”

Alila mengernyitkan dahinya. Tatapan tajamnya tertuju kepada ayahnya.

“Tadinya, kupikir, aku bisa mengubah takdir. Akan tetapi, aku tak bisa mengubah apa yang seharusnya terjadi,” kata ayahnya melanjutkan.

Alila masih diam menatap ayahnya.

“Dulu, ketika hanya ada satu daratan dan satu lautan. Ketika dunia benar-benar sepi. Ketika dunia hanya dihuni oleh sepasang manusia. Dan, ketika hanya ada satu setan yang menggoda. Ya, itulah waktu ketika Adam dan Hawa baru saja terusir dari surga. Itulah waktu, ketika Tuhan baru saja mengabulkan permintaan Iblis untuk terus menggoda manusia dan keturunannya hingga kiamat.

Kita semua tahu bahwa Adam dan Hawa terpisah jauh di bumi ketika diturunkan. Tapi apakah kau tahu sebelum bertemu Hawa, Adam sempat bertarung dengan Iblis?”

Alila terdiam. Dia hanya menggeleng tanpa mengeluarkan suara apa pun. Telinganya fokus menyimak, dan matanya tak pernah lepas memandang ayahnya.

“Sebenarnya,” kata ayahnya kembali bercerita, “Adam yang baru saja jatuh ke bumi langsung menantang Iblis. Iblis menerima Adam. Seketika itu juga, Iblis langsung menghajar Adam. Pertarungan pun tak bisa terhindarkan. Bertahun-tahun lamanya pertarungan itu berlangsung; tanpa henti, tanpa istirahat, dan tanpa ada yang menyerah. Bagi mereka, hanya ada satu tujuan yang pasti; menang! Tak ada yang berani memisahkan mereka. Bahkan para malaikat pun hanya bisa berdoa agar pertarungan itu segera diakhiri.

Akhirnya, pertarungan berakhir ketika Adam diberikan sebuah pedang dari surga. Pedang yang dijatuhkan dari langit itu mampu menebas tanduk, sayap, dan ekor Iblis. Iblis sekarat. Dia tak berdaya. Kekuatannya pun melemah. Kemudian, Iblis melarikan diri dari pertarungan. Setelah pertarungan selesai, barulah Adam mencari Hawa.”

“Lalu, apa hubungan cerita ini dengan keluarga kita, Ayah? Bukankah seluruh manusia adalah keturunan Adam?”

“Kau benar. Setelah peperangan itu, Adam dan Hawa bertemu hingga akhirnya banyak memiliki anak. Yang kita ketahui, semua anak Adam lahir kembar. Namun sebenarnya, ada satu anak yang lahir tanpa memiliki kembaran. Anak inilah yang kemudian dihasut oleh Iblis untuk membunuh Adam. Anak itu adalah Dajjal.”

“Dajjal? Bukankah Dajjal adalah makhluk yang bangkit pada hari akhir?” tanya Alila heran.

“Itu kata kuncinya! ‘Bangkit’. Bukan diciptakan pada hari akhir, kan? Kaum setan membutuhkan kemampuan Dajjal untuk menguatkan kerajaan mereka. Dajjal punya keahlian yang baik dalam menghasut, kau tahu dari mana kekuatannya berasal?”

Alila tak menjawab sepatah kata pun.

“Iblis. Dajjal diberikan keahlian itu untuk menghasut saudara-saudaranya menjadi pengikut Iblis. Dajjal juga yang menghasut saudara-saudaranya untuk membunuh ayah mereka. Semua kata yang keluar dari mulut Dajjal seakan sebuah kebenaran. Itu sebabnya, hampir setengah dari seluruh anak Adam, terhasut oleh Dajjal.”

“Setengah keturunan?” Alila terperangah.

“Ya. Mereka bersekongkol membunuh ayahnya sendiri. Bayangkan, betapa busuknya mereka. Sayang, hanya sedikit anak Adam yang mengetahui pembunuhan itu. Yang lainnya, hanya tahu bahwa ayahnya mati dimakan binatang buas.

Mereka yang mengetahui pembutuhan itu akhirnya memusuhi Dajjal. Mereka menyadari bahwa Dajjal hanyalah seorang pembohong besar yang tega membunuh ayahnya sendiri. Mereka kemudian berniat menyingkirkan Dajjal. Mereka tahu, Dajjal adalah kaki tangan Iblis. Mereka yang memusuhi Dajjal, dikenal dengan Kelompok Aradith. Penamaan itu dikarenakan salah seorang dari kelompok itu, yang bernama Aradith, secara terang-terangan mengacungkan pedang ke muka Dajjal.

Sebelum melawan Dajjal, Kelompok Aradith memohon kepada Tuhan agar diberikan kemampuan untuk memisahkan kekuatan setan dari jasad manusia dan menghancurkan kekuatan itu. Tuhan pun mengabulkan permohonan baik mereka. Mereka mampu menarik dan mengurung kekuatan setan ke dalam gelembung yang sekeras baja. Di dalam gelembung itu, kekuatan setan dilenyapkan.

Sedikit demi sedikit, pengikut Dajjal pun bisa dilenyapkan kekuatan setannya. Namun tidak dengan Dajjal. Kekuatannya terlalu besar tak mampu dilumpuhkan. Kekuatan setan telah menyatu dengan Dajjal. Dajjal tak bisa dikembalikan menjadi manusia biasa.

Kelompok Aradith akhirnya memojokkan Dajjal pada sebuah jurang yang sangat curam. Dajjal jatuh ke dalamnya. Tak terdengar suara dentuman ketika Dajjal terjatuh di jurang itu. Kelompok Aradith bersama-sama menimbun jurang itu dengan tanah dan batu di sekitar mereka. Dajjal dikubur hidup-hidup. Namun hingga kini, tak ada yang tahu di mana kuburan Dajjal itu selain Kelompok Aradith.”

“Kalau begitu, bagaimana cara setan membangkitkan Dajjal?” tanya Alila yang terlihat penasaran.

“Dajjal yang telah memiliki kekuatan setan, ternyata tidak bisa mati begitu saja. Setelah Dajjal dikubur hidup-hidup, beberapa anak Iblis datang menyerang Kelompok Aradith. Mereka memaksa Kelompok Aradith menunjukkan di mana Dajjal dikuburkan. Tapi Kelompok Aradith tidak pernah mau memberitahukannya. Hingga akhirnya, dari salah satu anak Iblis yang telah sekarat, Kelompok Aradith tahu bahwa ada cara lain untuk memanggil kembali kekuatan setan yang ada pada Dajjal. Mereka cukup mengumpulkan kekuatan setan mereka hingga sempurna. Jika kekuatan mereka sudah sempurna, mereka cukup melaksanakan ritual pembangkitan Dajjal. Dengan begitu, Dajjal akan bangkit dan datang kepada mereka dengan sendirinya.”

“Bagaimana mereka mengumpulkan kekuatan itu?”

“Seperti benih yang ditanam pada tanah,” jawab ayah singkat.

“Maksud ayah?”

“Manusia adalah tanah dan kekuatan setan itu adalah benihnya. Semakin baik benih itu disiram dan dipupuk, maka kekuatan setan itu akan semakin kuat. Penyiram dan pupuk untuk benih itu adalah kebencian dan kedengkian di hati manusia. Maka tak heran, benih ini bisa tumbuh subur pada diri manusia dengan sedikit bisikan setan,” kata Ayah sambil menunjuk dadanya.

***

Malam semakin larut, namun pembicaraan Alila dan ayahnya masih berlanjut.

“Kita adalah keturunan Aradith, Alila. Kelompok yang bertugas dan menghalangi kebangkitan Dajjal,” kata ayah kembali bercerita.

“Lalu, kenapa Aku tak memiliki kekuatan yang seharusnya dimiliki oleh seorang keturunan Aradith?”

“Kekuatan Aradith hanya muncul berselang, yaitu pada setiap keturunan ganjil.”

“Jadi, anakku memiliki kekuatan Aradith?” tanya Alila yang tak sabar menanti inti ceritanya.

Ayah sempat terdiam. Alila berkali-kali memanggilnya hingga akhirnya ia mau bicara.

“Masalahnya, tanda yang muncul dari anakmu bukanlah kekuatan Aradith, tapi kekuatan setan,” kata ayah sambil menunduk menghindari tatapan Alila.

Alila tercengang. Dia tak bisa berkata apa-apa. Mulutnya terngaga dan matanya terbelalak.

“Tapi, tadi Ayah bilang, kita adalah keturunan Aradith. Mengapa anakku malah memiliki kekuatan setan?” tanya Alila. Terlihat matanya mulai berkaca.

“Begini, Alila. Menurut Mushaf Aradith, kelangsungan Aradith akan berakhir pada saat di mana seorang keturunan Aradith memiliki kekuatan setan. Artinya, anak itu adalah keturunan Aradith terakhir, dan juga anak berkekuatan setan terakhir. Anak ini memiliki kekuatan yang lebih kuat dari anak yang memiliki kekuatan setan lainnya. Anak inilah yang kemudian disebut sebagai anak perantara.”

“Tidak mungkin. Ayah, Aku tidak mewarisi kekuatan setan. Yang aku warisi adalah kekuatan Aradith. Maka tidak mungkin anakku memiliki kekuatan setan, Yah,” kata Alila masih tidak percaya.

“Ya, kau benar. Kau tidak mungkin mewarisi kekuatan setan. Tapi, sampai saat ini mungkin kau tidak pernah tahu bahwa kau telah menikahi seorang pemuja setan,” ucap ayah lirih.

Seketika Alila mematung. Matanya tak berkedip menatap ayahnya. Mulutnya sedikit terbuka. Terdengar setengah bisikkan keluar dari mulutnya, “Suamiku.... ” Belum sempat Alila meneruskan kata-katanya, ayahnya telah lebih dulu menyelesaikan kalimatnya.

“Ya. Suamimu adalah seorang pemuja setan,” kata ayah singkat.

Alila kembali mematung. Seolah ada anak panah yang menghujam jantungnya. Dadanya terasa sesak, tapi dia masih bisa merasakan napasnya tetap masuk ke tubuhnya secara perlahan. Hatinya berubah kalut. Pikirannya kusut. Malam yang semakin larut seolah tak dapat menenangkan hatinya. Nyanyian para jangkrik bahkan tak dapat menjernihkan pikirannya. Bintang memang begitu terang, tapi hari esok tetaplah sebuah misteri.

***